Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia “retret” atau “khalwat” berarti pengasingan diri (untuk menenangkan pikiran dan sebagainya). Yang sangat dominan aktif pada manusia adalah fisik, pikiran dan emosi/psikologis. Pada tataran ini hidup manusia dijalani. Maka secara fisik manusia ingin memperlihatkan dirinya. Apa yang ditampilkan itu digerakkan oleh kemampuan pikiran dan kondisi secara psikologi yang sedang dialami. Semua ini tidak menjamin hidup manusia menjadi bahagia. Kita tahu pikiran, keinginan/kemauan, perasaan-perasaan tidak pernah akan memberi manusia merasa cukup dan menerima diri. Bagaimana manusia memiliki waktu berkata “cukup” dan “aku terima”? Jawabannya saat manusia mau menenangkan diri, mengheningkan diri dihadapan Tuhan Sang Pencipta. Di tengah ketenangan dan keheningan, Tuhan membuka kesadaran diri manusia dan memperlihatkan kehendak-Nya, maksud-Nya, pekerjaan-Nya melalui pengalaman hidup manusia. Saat itulah manusia mengakui Tuhan yang Makakuasa, Mahaadil, Mahabesar, Mahapenyayang, Maharahim, dan lainnya sungguh dari pengalaman nyata sebagai manusia. Tuhan Sang Khalik diakui dan ditemukan lagi dalam pandangan yang baru. Inilah hidup yang disebut manusia bermakna dalam Tuhan. Maka makna hidup manusia akan ditemukan ketika manusia bertemu dengan kehendak Tuhan. Retret/khalwat menjadi jelas bahwa saat manusia mendudukkan diri pada kehendak Tuhan dalam ketenangan dan keheningan diri. Waktu yang diperlukan untuk retret/khalwat minimal 3 hari (tradisi katolik) sementara waktu kurang dari itu disebut rekoleksi. Kedua kegiatan (retret dan rekoleksi) ini memiliki tujuan sama agar manusia menemukan makna hidup dalam kehendak Tuhan.